Posted in Self

Ratapan Kesedihan

Entah cobaan macam apa ini yang sedang menimpa saya. Atau justru saya yang terlalu lebay menganggap semua ini cobaan. Entahlah.

Kali ini kesabaran saya diuji. Keyakinan saya diuji. Ketahanan saya diuji. Kekuatan saya diuji. Keikhlasan saya diuji. Intinya, semua hal dalam diri saya diuji. Pedih dan sakit rasanya. Semua itu tepat menusuk hati saya -bila memang benar hati merupakan tempat di mana perasaan bersemayam. Perasaan saya hancur. Pikiran saya kusut.

Saya juga tak tahu sebenarnya apa hakikat dari ujian ini. Saya hanya merasa keberuntungan tak ingin berpihak pada saya. Padahal saya sudah mengakui bahwa keberuntungan itu merupakan hasil dari proses atau usaha yang dilakukan. Oleh karena itu, saya berusaha semaksimal mungkin agar paling tidak keberuntungan itu datang pada saya. Namun, apa? Bahkan keberuntungan itu menyapa saya pun tidak.

Rasanya dunia saya hancur. Kalimat ini jelas-jelas bukan hiperbola. Dunia saya memang hancur. Meski ada sebersit kata hati saya yang menyempilkan pesan bahwa “dunia ini tidak hanya tentang hal itu, San. Masih banyak aspek lain” Tapi, tetap saja! Dunia saya hancur!

Ditambah lagi yang paling menyakitkan itu bukan melihat diri sendiri bersedih, tapi melihat orang lain yang sangat saya sayangi bersedih karena hal yang saya lakukan. Itu yang lebih sakit. Rasanya saya menghempaskan harapan orang lain pada saya. Rasanya saya seperti seonggok barang rongsokan yang tidak berguna. Hanya tinggal menunggu dibuang dan ditinggalkan. Rasanya jiwa saya sendiri pun entah kemana, pergi meninggalkan raga saya.

Entahlah. Apa maksud tulisan ini. Yang pasti saya sedang meratapi kesedihan saya. Karena saya memang hanya manusia biasa.

(tulisan ini cukup lama menempati draft saya, hingga akhirnya saya putuskan untuk melepasnya ke dunia bebas hanya sekadar mengingatkan bahwa sedih itu ibarat luka yang akhirnya menutup walau seperih apapun luka itu, karena sedih itu suatu rasa yang memberi warna dalam hidupmu. Seperti sekarang, saat tulisan ini saya bebaskan dari draft saya, perasaan sedih itu sudah menguap hilang)

Posted in Self

Menyerah

Rasanya ingin menyerah.

Pada semua perjuangan tanpa henti yang justru terlihat tak berarti.

Pada semua kepedihan yang sudah tak tertahan.

Pada semua kesabaran yang sebentar lagi padam.

Pada semua angan yang tak pernah jadi kenyataan.

Pada semua mimpi yang tak pernah bertepi.

Pada semua harapan yang terlalu sering dihempaskan.

Pada semua rasa senang yang selalu enggan datang.

Pada semua keberuntungan yang kini tinggal kenangan.

Pada semua keikhlasan yang tak lagi meninggalkan kesan.

Rasanya tidak ingin menyerah

Pada sebuah keyakinan dan kepercayaan yang selalu datang berkenan dalam setiap keadaan.